Sebelum masuk ke sejarah kurban, Ibadah kurban bisa dimaknai dengan sebuah bentuk kepasrahan seorang hamba kepada Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Perintah untuk berkurban ini telah digariskan oleh Allah SWT dalam Alquran:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS Al-Kautsar (108) : 1-2).
Perayaan hari raya Idul Adha tidak lepas dari pemotongan hewan kurban. Asal mula kurban berawal dari lahirnya nabi Ismail AS Pada saat itu dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim AS tidak memiliki anak hingga di masa tuanya, lalu beliau berdoa kepada Allah.
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS Ash-Shafaat (37) : 100).
Ketika Nabi Ismail AS mencapai usia remaja Nabi Ibrahim AS mendapat bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara turunnya wahyu Allah SWT, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim AS Nabi Ibrahim AS pun akhirnya menyampaikan isi mimpinya kepada Ismail untuk melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih Ismail.
Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu” maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai Bapakku kerjakanlah apa yang diputuskan olehnya. Insya Allah akan saya temukan termasuk orang yang sabar.” (QS Ash-Shafaat: 102)
Nabi Ismail meminta ayahnya untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan. Dan beliau meminjamkan kepada ayahnya akan menjadi seorang yang sabar dalam menjalani perintah itu. Sungguh mulia sifat Nabi Ismail AS Allah memujinya dalam Al-Qur’an:
“Dan ceritakanlah (Hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar-benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” (QS Maryam (19) : 54)
Nabi Ibrahim lalu membaringkan anaknya dan bersiap melakukan penyembelihan. Nabi Ismail AS pun siap mengincar striker. Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS tampak menunjukkan keteguhan, kepatuhan dan kesabaran mereka dalam menjalankan perintah itu.
Saat Nabi Ibrahim AS hendak mengayunkan parang, Allah SWT lalu menghidupkan tubuh Nabi Ismail AS dengan sembelihan besar, yakni berupa domba jantan dari Surga, yang berwarna putih, bermata bagus, bertanduk.
“Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membuktikan itu dengan sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang melakukannya dengan baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu pertanyaan yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shafaat (37) : 104:107).
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Nabi Ismail AS itu hanya suatu pertanyaan bagi Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan kepatuhan Mereka kepada Allah SWT. ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim AS telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pergorbanan puteranya untuk berbakti melaksanakan perintah Allah SWT.
Sedangkan Nabi Ismail AS tidak sedikit pun ragu atau seimbang dalam menjalankan perintah Allah SWT dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan kepada orang tuanya.
Dari sinilah asal mula sunah berkurban yang dilakukan oleh umat Islam pada setiap hari raya Idul Adha di seluruh pelosok dunia. Wallahu A’lam Bissawab.
Ketentuan Dalam Berkurban
Istilah udlhiyah adalah nama untuk hewan kurban yang disembelih pada hari raya kurban (10 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyriq , dengan tujuan untuk takarrub (mendekatkan diri pada Allah). Kata udlhiyah juga sering digunakan untuk makna tadlhiyah (berkurban atau melakukan kurban).
Udlhiyah dengan menggunakan makna tadlhiyah (melakukan ibadah kurban) hukumnya adalah sunah muakkad bagi setiap orang Islam, baligh, berakal dan mampu. Yang dimaksud di sini adalah orang yang mampu melakukan ibadah kurban, dengan cara menyembelih hewan, bersamaan ia memiliki suatu kelebihan untuk memenuhi kebutuhan hidup untuk dirinya sendiri dan orang yang wajib dinafkahinya, pada saat hari raya kurban dan pada hari tasyrik, yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Namun berkurban hukumnya dapat menjadi wajib apabila dinadzari. Misalnya jika seseorang meminjam berkurban jika ia berhasil mendapatkan prestasi tertentu.
Hewan yang Sah untuk Kurban
- Domba (dla’nu), apabila sudah berumur satu tahun sempurna dan memasuki tahun kedua.
- Kambing kacang/ jenis kecil (ma’zu), apabila sudah berumur dua tahun sempurna dan memasuki tahun ketiga.
- Sapi, apabila sudah berumur dua tahun sempurna dan memasuki tahun yang ketiga.
Untuk satu ekor unta dan sapi itu mencukupi untuk kurbannya tujuh orang, sedangkan kambing itu hanya mencukupi untuk satu orang kurbannya. Satu orang yang berkurban dengan satu ekor kambing itu hukumnya lebih utama dibanding orang yang berkurban dengan seekor unta atau sapi yang digunakan berkurban secara musyarakah (persekutuan) untuk tujuh orang.
Ada beberapa hal yang menyebabkan hewan tidak sah digunakan berkurban, yaitu:
- Hewan yang salah satu matanya
- Hewan yang pincang salah satu kaki, walaupun pincangnya itu terjadi ketika akan disembelih, yaitu ketika dirubuhkan dan ia bergerak dengan sangat kuat.
- Hewan yang sakit. Seperti sakit yang tampak jelas yang menyebabkan kurus dan dagingnya rusak.
- Hewan yang sangat kurus hingga menyebabkan hilang akalnya.
- Hewan yang terputus sebagian atau seluruh telinganya.
- Hewan yang terputus sebagian atau seluruh ekornya. Sedangkan hewan yang pecah atau patah tanduknya itu sah digunakan berkurban, begitu pula hewan yang tidak memiliki tanduk.
kurban itu diizinkan disembelih mulai kira-kira lewatnya waktu yang cukup untuk melakukan dua rakaat dan dua khutbah yang cepat Hewan terhitung dari terbitnya matahari pada saat hari Idul Adha sampai terbenamnya matahari pada akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah.
Sedangkan waktu penyembelihan yang utama adalah ketika matahari kira-kira sudah tingginya sudah ada satu tombak dalam pandangan pada saat hari raya Idul Adha.
Ketentuan di Berkurban
Orang yang berkurban ketika diharuskan melakukan niat berkurban ketika menyembelih atau menta’yin (menentukan hewannya) sebelum disembelih Orang yang mewakilkan penyembelihan hewan (muwakkil). Maka sudah dianggap cukup niatnya, dan sudah tidak membutuhkan pada niatnya wakil (orang yang mewakili), bahkan jika wakil itu tidak mengetahui bahwa muwakkil adalah orang yang berkurban itu juga dianggap cukup (sah).
Diperbolehkan bagi orang yang berkurban untuk menyerahkan niatnya pada orang Islam yang telah terkategori tamyiz, baik ia statusnya sebagai wakil atau bukan.
- Bagi orang laki-laki hewan kurban sunah disembelih sendiri, karena itba’ (mengikuti pada Nabi)
- Bagi orang perempuan sunah untuk diwakilkan, dan sunah menyaksikan penyembelihan yang dilakukan oleh wakilnya.
Bila kurbannya sunah, bukan kurban yang nadzar, maka diperbolehkan baginya;
- Sunah memakan daging kurban, satu, dua atau tiga suap, karena untuk tabarruk (mencari berkah) dengan udlhiyahnya.
- Diperbolehkan untuk memberi makan (ith’am) pada orang kaya yang Islam
- Wajib baginya untuk menyedekahkan daging kurban. Yang paling afdlal adalah menyedekahkan seluruh daging kurban, kecuali yang ia makan untuk kesunahan.
- Ketika orang yang berkurban mengumpulkan antara memakan, sedekah dan menghadiahkan pada orang lain, maka disunahkan untuk agar tidak memakan di atas sepertiga, dan tidak sedekah di bawah sepertiganya.
- Menyedekahkan kulit kurban, atau membuat hewan peliharaan dan dimanfaatkan untuk banyak orang, tidak diperbolehkan untuk menjualnya atau menyewakannya.
Kurban untuk Orang Lain
Tidak diperbolehkan bagi seseorang melakukan kurban untuk orang lain, tanpa mendapatkan izinnya, walaupun orangnya sudah mati. Hal ini akan menjadi boleh dan sah apabila mendapatkan izinnya, seperti permasalahan yang telah berwasiat agar kurban dirinya, namun ada beberapa hal yang dilakukan tanpa memandang izinnya orang yang dikurbani, yaitu;
- Kurban dari wali (orang yang mengurus harta seseorang) untuk orang yang tercegah tasharrufnya (hak untuk mengelola harta), seperti untuk orang gila yang ada dalam perwaliannya.
- Kurban dari imam (pemimpin muslimm) untuk orang-orang Islam yang diambilkan dari baitul mal (kas negara).
Proses penyembelihan hewan kurban didahului dengan:
- Membaca basmalah
- Membaca shalawat kepada Nabi
- Menghadap ke arah kiblat (bagi hewan yang disembelih dan orang yang menyembelih)
- Membaca takbir 3 kali bersama-sama
- berdoa agar kurbannya diterima oleh Allah
Rukun Penyembelihan
- Dzabhu (pekerjaan menyembelih)
- Dzabih (orang yang menyembelih)
- Hewan yang disembelih
- Alat menyembelih
Syarat dalam pekerjaan menyembelih adalah syarat jalan nafas dan mari’ (jalan makanan). Hal ini apabila hewannya maqdur (mampu disembelih dan dikendalikan)
Kesunahan
- Memotong wadajain (dua otot yang ada disamping kanan dan kiri)
- Menggunakan alat penyembelih yang tajam
- Membaca bismillah
- Membaca shalawat dan salam pada Nabi Muhammad.
Karena menyembelih itu adalah tempat yang disyari’atkan untuk diingat pada Allah, maka juga disyari’atkan untuk diingat pada Nabi
Syarat Orang yang Menyembelih
- Orang Islam / orang yang halal dinikahi orang Islam
- Bila hewannya ghairu maqdur, maka disyaratkan orang yang menyembelih adalah orang yang bisa melihat.
Dimakruhkan sembelihannya orang yang buta, anak yang belum tamyiz dan orang yang mabuk.
Syarat Hewan yang Disembelih :
- hewannya termasuk hewan yang halal dimakan
- Masih memiliki hayatun mustaqirrah (kehidupan yang masih tetap), bukan gerakan di ambang kematian kematian.
Syarat Alat Penyembelih
Yaitu berupa sesuatu yang tajam yang bisa melukai, selain tulang belulang.
Qurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada sejak manusia ada. Ketika putra-putra Nabi Adam Alaihissalam diperintahkan berqurban. Maka Allah Ta’ala menerima qurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk. Allah Ta’ala berfirman:
“Cerita kepada kedua putra Adam (Habil dan kisah Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika mereka berdua menerima qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maaidah 27).
Qurban lain yang diberitahukan dalam Al-Qur’an adalah qurban keluarga Ibrahim ‘Alaihissalam, saat beliau diperintahkan Allah Ta’ala untuk mengurbankan anaknya, Ismail ‘Alaihissalam. Disebutkan dalam surat As-Shaaffaat 102:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka carilah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Kemudian qurban ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bagian dari Syariah Islam, syiar dan ibadah kepada Allah Ta’ala sebagai rasa syukur atas nikmat hidup.
Disyariatkannya Qurban
Disyariatkannya qurban sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah Ta’ala, bentuk ketaatan kepada-Nya dan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan Allah Ta’ala hamba-Nya. hubungan rasa syukur atas nikmat kehidupan dengan berqurban yang berarti menyembelih binatang dapat dilihat dari dua sisi.
Pertama, bahwa penyembelihan binatang tersebut merupakan sarana hubungan baik dengan kerabat, tetangga, tamu dan sesama muslim. Semua itu merupakan kegembiraan dan rasa syukur atas nikmat Allah Ta’ala kepada manusia, dan inilah bentuk nikmat yang lebih disukai dalam Islam:
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS Ad-Dhuhaa 11).
Kedua, sebagai bentuk pembenaran terhadap apa yang datang dari Allah Ta’ala. Allah menciptakan binatang itu adalah nikmat yang diciptakan bagi manusia, dan Allah mengizinkan manusia untuk menyembelih binatang ternak tersebut sebagai makanan bagi mereka. Bahkan penyembelihan ini merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.
Berqurban merupakan ibadah yang paling dicintai Allah Ta’ala di hari Nahr, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhu. bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
“Tidaklah anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi menumpahkan darah (berqurban). Qurban itu akan datang di hari Kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya darah akan cepat sampai di suatu tempat sebelum darah tersebut menetes ke bumi. Maka perbaikilah jiwa dengan berqurban”.
Definisi Qurban
Kata qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan diri, maksudnya adalah menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah. Arti ini dikenal dalam istilah Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa mengandung dua pengertian, yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya, dan kambing yang disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun secara istilah, yaitu binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu (Syarh Minhaj).
Hukum Qurban
Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedangkan menurut mazhab Abu Hanifah adalah wajib. Allah Ta’ala berfirman:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsaar: 2).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Dalam hadits lain: “Jika kalian melihat awal bulan Zulhijah, dan seseorang di antara kalian hendak berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting)” (HR Muslim).
Bagi seorang muslim atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan, dia sangat disarankan untuk berqurban. Jika tidak melakukannya, menurut pendapat Abu Hanifah, ia berdosa. Dan menurut pendapat jumhur ulama dia tidak mendapatkan keutamaan pahala sunnah.
Binatang yang Boleh Diqurbankan
Adapun binatang yang dapat digunakan untuk berqurban adalah binatang ternak (Al-An’aam), unta, sapi dan kambing, jantan atau betina. Sedangkan binatang selain itu seperti burung, ayam dll tidak boleh dijadikan binatang qurban. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), agar mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah mereka” (QS Al-Hajj 34).
Kambing untuk satu orang, boleh juga untuk satu keluarga. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua kambing, satu untuk beliau dan keluarganya dan satu lagi untuk beliau dan umatnya. Sedangkan unta dan sapi dapat digunakan untuk tujuh orang, baik dalam satu keluarga maupun tidak, sesuai dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Dari Jabir bin Abdullah, berkata “Kami berqurban bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di tahun Hudaibiyah, unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang” (HR Muslim).
Binatang yang akan diqurbankan menantang yang paling baik, cukup umur dan tidak boleh cacat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Empat macam binatang yang tidak sah dijadikan qurban: 1. Cacat matanya, 2. sakit, 3. pincang dan 4. kurus yang tidak berlemak lagi.” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits lain:
“Janganlah kamu menyembelih binatang ternak untuk qurban kecuali musinnah (telah ganti gigi, kupak). Jika sukar didapati, maka boleh jadz’ah (berumur 1 tahun lebih) dari domba.” (HR Muslim).
Musinnah adalah jika pada unta sudah berumur 5 tahun, sapi umur dua tahun dan kambing umur 1 tahun, domba dari 6 bulan sampai 1 tahun. Dibolehkan berqurban dengan hewan kurban yang mandul, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua domba yang mandul. Dan biasanya dagingnya lebih enak dan lebih gemuk.
Waktu Penyembelihan Qurban
Waktu penyembelihan hewan qurban yang paling utama adalah hari Nahr, yaitu Raya ‘Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah setelah melaksanakan shalat ‘Idul Adha bagi yang melaksanakannya. Adapun bagi yang tidak melaksanakan shalat ‘Idul Adha seperti jamaah haji dapat dilakukan setelah terbit matahari di hari Nahr. Hari penyembelihan menurut Jumhur ulama, yaitu madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah tiga hari, yaitu hari raya Nahr dan dua hari Tasyrik, yang diakhiri dengan tenggelamnya matahari.
Pendapat ini diambil dari alasan bahwa Umar RA, Ali RA, Abu Hurairah RA, Anas RA, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar RA mengabarkan bahwa hari-hari penyembelihan adalah tiga hari. Dan penetapan waktu yang mereka lakukan tidak mungkin hasil ijtihad mereka sendiri tetapi mereka mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Mughni Ibnu Qudamah 11/114).
Sedangkan mazhab Syafi’i dan sebagian mazhab Hambali juga diikuti oleh Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah 4 hari, Hari Raya ‘Idul Adha dan 3 Hari Tasyrik. Berakhirnya hari Tasyrik dengan ditandai tenggelamnya matahari. Pendapat ini mengikuti alasan hadits, sebagaimana disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Semua hari Tasyrik adalah hari penyembelihan” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
Berkata Al-Haitsami: ”Hadits ini para perawinya kuat”. Dengan adanya hadits shahih ini, maka pendapat yang kuat adalah pendapat mazhab Syafi’i.
Tata Cara Penyembelihan Qurban
Berqurban sebagaimana didefinisikan di atas yaitu menyembelih hewan qurban, sehingga menurut jumhur ulama tidak boleh atau tidak sah berqurban hanya dengan memberikan uangnya saja kepada fakir miskin untuk hewan qurban tersebut, tanpa ada penyembelihan hewan qurban. Karena yang dimaksud berqurban adalah adanya penyembelihan hewan qurban kemudian dagingnya dibagikan kepada fakir miskin. Menurut jumhur ulama yaitu mazhab Imam Malik, Ahmad dan lainnya, bahwa berqurban dengan menyembelih kambing jauh lebih utama dari sedekah dengan nilai. Dan jika berqurban dibolehkan dengan membayar harganya akan berdampak pada kepuasan ibadah qurban yang disyariatkan Islam tersebut.
Adapun jika seseorang berqurban, sedangkan hewan qurban dan penyembelihannya dilakukan di tempat lain, maka itu adalah masalah teknis yang dibolehkan. Dan bagi yang berqurban, jika tidak bisa menyembelih sendiri, tersedia untuk menyaksikan penyembelihan tersebut, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas RA:
“Hadirlah ketika kalian menyembelih qurban, karena Allah akan mengampuni kalian mulai dari awal darah keluar”.
Ketika seorang muslim hendak menyembelih hewan qurban, maka bacalah: “Bismillah Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban si Fulan (sebut namanya), sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban dariku dan orang yang belum berqurban dari umatku” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Bacaan boleh ditambah sesuai dengan apa yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada Fatimah ‘Alaihissalam:
“Wahai Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan qurbanmu, karena sesungguhnya Allah mengampunimu setiap dosa yang dilakukan dari awal tetesan darah qurban, dan katakanlah:” Sesungguhnya shalatku, ibadah (qurban) ku, kemungkinan dan matiku lillah rabbil ‘alamiin, tidak ada sekutu bagi- Nya. Dan oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang paling berserah diri” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Berqurban dengan Cara Patungan
Qurban dengan cara patungan, disebutkan dalam hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari:
Seseorang di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan satu kambing untuk dirinya sendiri dan keluarganya. semua makan, sehingga manusia membanggakannya dan melakukan apa yang ia lakukan” (HR Ibnu Majah dan At-Tirzi).
Disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abul Aswad As-Sulami dari ayahnya, dari kakeknya, berkata:
“Saat itu kami bertujuh bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam suatu safar, dan kami mendapati hari Raya ‘Idul Adha. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengumpulkan uang setiap orang satu dirham. Kemudian kami membeli kambing untuk 7 dirham. Kami berkata:” Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam harganya mahal bagi kami”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Sesungguhnya yang paling utama dari qurban adalah yang paling mahal dan paling gemuk”. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami. Masing-masing orang memegang 4 kaki dan dua tanduk sedang yang ketujuh menyembelihnya, kemudian kami semuanya bertakbir” (HR Ahmad dan Al-Hakim).
Dan berkata Ibnul Qoyyim kitabnya ‘Ilamul Muaqi’in setelah mengemukakan hadits tersebut: “Mereka memuji sebagai satu keluarga dalam bolehnya menyembelih satu kambing bagi mereka. Karena mereka adalah sahabat akrab. Oleh karena itu sebagai sebuah pembelajaran dapat saja beberapa orang membeli seekor kambing kemudian disembelih. Sebagaimana anak-anak sekolah dengan dikoordinir oleh sekolahnya membeli hewan kurban atau sapi yang kemudian diqurbankan.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu Abbas, datang pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang lelaki dan berkata:
“Saya berkewajiban qurban unta, sedang saya dalam keadaan sulit dan tidak mampu menuntut”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membeli tujuh ekor kambing kemudian disembelih”.
Hukum Menjual Bagian Qurban
Orang yang berqurban tidak boleh menjual hal-hal yang terkait dengan qurban seperti, kulit, daging, susu dll dengan uang yang menyebabkan manfaat barang tersebut. Jumhur ulama menyatakan hukumnya makruh mendekati haram, sesuai dengan hadits:
“Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak berqurban” (HR Hakim dan Baihaqi).
televisi dihadiahkan kepada fakir-miskin, atau dimanfaatkan maka dibolehkan. Menurut mazhab Hanafi kulit hewan qurban boleh dijual dan uangnya disedekahkan. Kemudian uang tersebut dibelikan pada sesuatu yang bermanfaat bagi kebutuhan rumah tangga.
Hukum Memberi Upah Tukang Jagal Qurban
sesuatu yang dianggap makruh mendekati haram juga memberi upah tukang jagal dari hewan qurban. Sesuai dengan hadits dari Ali RA:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk menjadi panitia qurban (unta) dan membagikan kulit dan dagingnya. Dan memerintahkan saya untuk tidak memberi tukang jagal pemutaran”. Ali berkata: “Kami memberi dari uang kami” (HR Bukhari).
Hukum Berqurban Atas Nama Orang yang Meninggal
Berqurban atas nama orang yang meninggal jika orang yang meninggal tersebut berwasiat, maka para ulama membolehkan atau membolehkan. Jika dalam bentuk nadzar, maka ahli waris berkewajiban melaksanakannya. Tetapi jika tanpa wasiat dan ingin melakukan dengan hartanya sendiri, maka menurut jumhur ulama seperti mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali membolehkannya.
Sesuai dengan apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menyembelih dua kambing yang pertama untuk dirinya dan yang kedua untuk orang yang belum berqurban dari umatnya. Orang yang belum berqurban berarti yang masih hidup dan yang sudah mati. Sedangkan mazhab Syafi’i tidak membolehkannya.
Kategori Penyembelihan
Amal yang terkait dengan penyembelihan dapat dikategorikan menjadi empat bagian. Pertama, hadyu; kedua, udhiyah sebagaimana diterangkan di atas; ketiga, aqiqah; keempat, penyembelihan biasa. Hadyu adalah binatang ternak yang disembelih di Tanah Haram di hari-hari Nahr karena melaksanakan haji Tamattu dan Qiran, atau meninggalkan di antara kewajiban atau melakukan hal-hal yang diharamkan, baik dalam haji atau umrah, atau hanya sekedar pendekatan diri kepada Allah Ta’ala sebagai ibadah sunnah.
Aqiqah adalah kambing yang disembelih terkait dengan kelahiran anak pada hari ketujuh sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah. Jika lahir lelaki disunnahkan 2 ekor dan jika perempuan satu ekor.
Sedangkan selain bentuk ibadah di atas, masuk ke dalam penyembelihan biasa untuk dimakan, disedekahkan atau untuk dijual, seperti seorang yang melakukan akad nikah. Kemudian dengan walimah menyembelih kambing. Seorang yang sukses dalam pendidikan atau rasa syukur kemudian menyembelih binatang tersebut sebagai syukur kepada Allah Ta’ala.
Jika terjadi penyembelihan binatang ternak dengan waktu tertentu, upacara tertentu dan keyakinan tertentu maka dapat digolongkan pada hal yang terjadi bid’ah, sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah. Apalagi jika penyembelihan itu tujuan untuk syetan atau selain Allah maka ini adalah jelas-jelas sebuah bentuk kemusyrikan.
Penutup
sesuatu yang perlu diperhatikan bagi umat Islam adalah bahwa berqurban (udhiyah), qurban (taqarrub) dan berkorban (tadhiyah), ketiganya memiliki titik persamaan dan perbedaan. Qurban (taqarrub), yaitu upaya seorang muslim melakukan pendekatan diri kepada Allah dengan amal ibadah baik yang diwajibkan maupun yang disunnahkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah berfirman (dalam hadits Qudsi): ‘Siapa yang memerangi kekasih-Ku, akan aku telah umumkan perangmu. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri pada-Ku (taqarrub) dengan sesuatu yang paling aku cintai, dengan sesuatu yang aku wajibkan. Dan jika hamba-Ku semakin mendekatkan diri dengan yang sunnah, maka kepadanya aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka aku menjadi penglihatannya dimana ia melihatnya, dimana ia melihat, dimana ia mengamati dan kakinya, dimana ia berjalan. Jika ia meminta, niscaya Aku beri dan jika ia minta perlindungan, maka Aku lindungi’.” (HR.Bukhori).
Berqurban (udhiyah) adalah salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan mengorbankan sebagian kecil hartanya, untuk dibelikan binatang ternak. Menyembelih binatang tersebut dengan persyaratan yang sudah ditentukan. Sedangkan berkorban (tadhiyah) memiliki arti yang lebih luas yaitu berkorban dengan harta, jiwa, pikiran dan apa saja untuk tegaknya Islam.
Dalam suasana di mana umat Islam di Indonesia sedang terkena musibah banjir, dan mereka banyak yang menjadi korban. Maka musibah ini harus menjadi pelajaran berarti bagi umat Islam. apakah musibah ini karena mereka menciptakan Allah Ta’ala dan ciptaan-Nya? Yang pasti, musibah ini harus lebih mendekatkan umat Islam (taqqarub ilallah). perintah-Nya dan larangan-Nya.
Dan yang tidak tertimpa musibah banjir ini untuk memberikan kepeduliannya dengan cara berkorban dan memberikan bantuan kepada mereka yang terkena musibah. Dan di antara pendekatan diri kepada Allah dan bentuk pengorbanan kita dengan melakukan qurban penyembelihan sapi dan kambing pada hari Raya ‘Idul Adha dan Hari Tasyrik. Semoga Allah menerima qurban kita dan meringankan musibah ini, dan yang lebih penting lagi menyelamatkan kita dari api neraka. Aamiin ya Rabbal Alamin.