Bagi seorang ibu rumah tangga tulen, naik gunung adalah hal yang paling mustahil bagiku.

Tapi alhamdulillah itu kesampaian ketika tepat usia anak Bujangku 8 tahun. Mungkin banyak yang bertanya atau malah salut hehe aku tak mau membahas tentang mereka dulu, sekarang fokus ke pengalamanku saat pertama naik gunung.

   Perasaanku saat itu nano-nano. Taķut, cemas dan banyak lagi. Berangkat dari Depok sore sampai di basecamp ciputri pukul 11 malam. “Kenapa lama? Ya karena saling tunggu-tungguan dulu ma yang lain. Setelah istirahat paginya sekitar pukul 06.00  mulai naik pelan-pelan.

Sejam pertama tak terasa karena masih melewati perkebunan sayur warga setempat. Setelah jauh mendaki baru masuk ke dalam hutan lebat, namun masih ada jalan setapaknya. Terkadang kita melewati jalanan landai dan bagus namun jalanan yang sulit dan ekstrem lebih sering ditemui. Setelah melakukan perjalan selama 10 jam baru sampai di Surya kencana . Perjuangan yang berbalas setimpal, panorama dunia sangatlah menakjubkan.

Alun Alun Surya Kencana

    Dinginnya puncak Gunung Gede pada saat itu begitu terasa, karena kami naik pada saat musim kemarau, bahkan untuk wudhu saja saya tak sanggup. Terpaksa tayamum dengan debu-debu yang ada dibatu. Malampun tiba dinginnya lebih parah lagi, bahkan ada pendaki lain yang kena hippotermia. Tapi alhamdulillah saya tak sampai kena. Jam 8 malam anak saya Haikal sudah tertidur, sedangkan saya masih berjuang melawan dingin.

       Mingkin hanya beberapa jam saya bisa tertidur, itupun setelah Paksu masuk tenda. Padahal saya sudah memakai jacket gunung dan bahan hangat lain nya. Setelah pagi menyapa, Paksu mengajak kita ke puncak paling atas dekat kawah. Saat perjalanan pendakian anak saya mengalami muntah-muntah dan lemah. Tapi tak menyurutkan rasa penasarannya untuk sampai ke puncak.

   Alhamdulillah nikmat yang tak terhingga bisa melihat ciptaan ALLOH di puncak Gunung Gede.  Perjalanan yang sangat berasa saat turun ke bawah. Sekitar sepuluh meter dari Surken kaki saya mulai sakit,dan tak bisa berjalan sendiri.  Disitulah hati mulai menyadari kalau diri tak lagi muda. Sampai ke basecamp saya harus dipapah oleh Paksu.

Sedangkan Haikal santai jalan dengan salah satu rombongan kami.  Banyak hal pelajaran yang bisa saya ambil selama perjalanan. Bahwa perjuangan sesungguhnya saat mendaki gunung bukan saat pendakian, tapi saat kita turun kembali. 

Semoga cerita ini bisa bermanfaat bagi ibu-ibu pecinta alam untuk mendaki. Puncak hanyalah bonus, sedangkan hakikat sebenarnya adalah bagaimana proses kita supaya sampai di puncak.

Salam santun  Wenda Haikal

By Pakdhul

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *