Seperti diketahui Pemkot Depok lewat edaran yang dikeluarkan oleh Walikota Depok, M. Idris per 31 Agustus 2020 mulai memberlakukan “Pembatasan Aktivitas Warga” berupa jam malam di Kota Depok. .” Jadi dalam pembatasan aktivitas warga ini, layanan langsung di toko, mall, supermarket dan minimarket akan dibatasi hanya sampai pukul 18.00 WIB. Sedangkan aktifitas warga akan dibatasi sampai pukul 20.00 WIB. Fasilitas jual beli yang boleh buka hanya Pompa Bensin, Apotik dan Toko Obat.
Pembatasan akivitas warga atau jam malam ini sengaja diterapkan di Kota Depok mengingat laju pertumbuhan warga Depok yang terinveksi virus SaR-COV-2 virus penyebab pademi COVID-19 sangat tinggi di Depok. Menurut data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVIS-19 Kota Depok, kebijakan ini diambil karena dari data yang ada penularan COVID-19 ini ternyata 23-30 % terdeteksi merupakan transmisi lokal wilayah tempat tinggal.
KEBIJAKAN JAM MALAM DI DEPOK HARI KEEMPAT AKAN DILAKUKAN PENINDAKAN
Namun penerapan kebijakan “jam malam” ini banyak mendapat penolakan dari warga yang berprofesi sebagai pedagang yang biasa berdagang pada malam hari. Para pedagang ini merasa keberatan dengan kebijakan baru dari Walikota Depok terkait jam malam. Pasalnya banyak dari mereka yang memang memulai usahanya pada malam hari.
Warung angkringan, jahe susu, sosis bakar, pecel lele, dan warung tenda misalnya. Yang banyak tersebar di sepanjang jalan Kota Kembang dan di gang-gang sepanjang jalan Margonda, Beji, sampai Kelapa Dua. Rata-rata mereka membuka terpal dagangannya setalah pukul 18.00 WIB dan siap jualan pada pukul 19.00 WIB. Wanto yang berjualan bubur ayam di emperan ruko di jalan Margonda misalnya, juga mengeluhkan kebijakan ini. “Lha saya ini bisanya jualan disini kalau malam hari, karena kalau siang rukonya buka dan lapak saya buat parkiran mobil dan motor tamu.” Terang Wanto sambil menyendok bubur pesanan pelanggannya.
Wanto sadar, kebijakan ini memang bertujuan untuk menekan penyebaran COVID-19. Tujuannya pasti baik, karena yang bikin Pak Walikota, pasti ada dasarnya dan dibantu sama ahli-ahli di pemerintah. “Tapi setidaknya, dilakukan kajian terlebih dahulu, untuk warga seperti kami ini nasibnya bagaimana? Bisa saja kami hanya menerima pesanan untuk dibungkus, tidak boleh makan ditempat. Mungkin kami masih bisa.” Tegas Wanto.
Yang jelas, jika menuruti kebijakan ini maka para pedagang tidak bisa menggelar lapaknya dan tidak akan punya penghasilan ditengah sulitnya perekonomian di masa pandemi ini. Dilain pihak Pemkot Depok juga belum punya solusi untuk masalah para pedagang yang hanya berdagang ketika malam hari ini. Para pedagang ini, sambil menunggu aturan yang jelas, menyatakan masih akan tetap menggelar lapak dagangannya. Tidak mungkin modal yang sudah keluar untuk belanja dan sewa kios hilang percumah.
Penolakan warga pedagang malam ini terlihat dengan masih berderetnya warung-warung tenda dan pedagang kaki lima di sepanjang Margonda. Beberapa kios makanan besar Waralaba juga masih buka di beberapa Mall besar. Namun mereka menyanggah kalau menentang kebijakan Walikota Depok terkait jam malam. “Setelah jam 6 sore kami hanya melayani order lewat oline, seperti GrabFood dan GoFood.” Terang karyawan waralaba makanan cepat saji yang masih buka pada pukul 21.30 di D-Mall yang tidak mau namanya ditulis.
Namun dilain pihak, beberapa toko kelontong di perkampungan, seperti di sepanjang Jalan Pitara Depok, Citayam dan Kalimulya serta Depok Lama merasa senang dengan pembatasan aktivitas warga ini. Lukas seorang pedagang di Depok Timur mengaku mendukung kebijakan ini, “Karena sekarang jam 6 sore, semua minimarket tutup, jadi warga belanja ke kami. Harusnya memang tidak hany pas Pandemi saja, tetapi untuk mendukung ekonomi warga menengah kebawah, minimarket itu kecuali di jalan protokol tutup jam 6 sore, jadi kami kebagian rejeki.” Tutup Lukas.