Mungkin Anda pernah mendengar salah satu cerita yang paling terkenal mengenai asal usul Kota Pontianak yakni dari kisah hantu kuntilanak yang mengganggu dan Pohon Punti. Benarkah cerita itu memang sebagai awal asal-usul nama Pontianak dan sejarah kota ini didirikan?

Pada tanggal 24 Rajab 1181 Hijriyah yang bertepatan pada tanggal 23 Oktober 1771 Masehi, rombongan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie membuka hutan di persimpangan tiga Sungai Landak Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas untuk mendirikan balai dan rumah sebagai tinggal dan tempat tersebut diberi nama Pontianak.

Berkat kepemimpinan Syarif Abdurrahman Alkadrie, Kota Pontianak berkembang menjadi kota Perdagangan dan Pelabuhan. Tahun 1192 Hijriyah, Syarif Abdurrahman Alkadrie dinobatkan sebagai Sultan Pontianak pertama.

Tahun 1192 Hijriyah, Syarif Abdurrahman Alkadrie dinobatkan sebagai Sultan Pontianak pertama.

Letak Pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinya Mesjid Raya Sultan Abdurrahman Alkadrie dan Istana Kadariah, yang sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur.

Kota Pontianak adalah ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Bagian dari sejarah kota ini, oleh etnis Tionghoa, kota tersebut dikenal dengan nama Pinyin (Kundian).

Kota Pontianak dilalui Sungai Kapuas sungai terpanjang di Indonesia dan Sungai Landah yang membelah kota yang dikenal dengan nama Kota Khatulistiwa.

Sejarawan Belanda VJ Verth dalam bukunya Borneo Wester Afdeling menulis sejarah pendirian Kota Pontianak dengan versi yang berbeda.

Ia menyebut bahwa Belanda masuk ke Pontianak dari Batavia pada tahun 1194 Hijriyah atau 1773 Masehi.

Disebutkan Syarif Abdullah adalah putera ulama Syarif Hussein bin Ahmed Alqadrie atau versi lain menyebut sebagai Al Habib Husin. Syarif Abdullah meninggalkan Kerajaan Menpawah dan merantau.

Ia tiba di Banjarmasin dan menikah dengan adik Sultan Banjar Sunan Nata Alam dan ia pun dilantik sebagai seorang pangeran. Dia berhasil dalam peniagaan. Lalu ia mempersenjatai kapal pecalang dan perahu lancang untuk melawan Belanda.

Dibantu Sultan Pasir, Syarif Abdullah membajak kapal Belanda dan juga kapal Inggris di dekat Bangka. Dengan kekayaannya, ia kemudian mendirikan pemukiman yang menjadi pusat perdagangan yang kini dikenal dengan nama Pontianak.

Pada tahun 1778, kolonialis Belanda dipimpin Willem Ardinpola memasuki Pontianak.

Mereka kemudian menempati daerah di seberang istana kesultanan yang kini dikenal dengan daerah Tanah Seribu atau Verkendepaal.

Catatan sejarah, pada 5 Juli 1779, Belanda membuat perjanjian dengan sang sultan bahwa Tanah Seribu menjadi pusat kegiatan bangsa Belanda.

Wilayah tersebut kemudian menjadi keudukan pemerintahan Residant het Hoofd Westeraffieling van Borneo (Kepala Daerah Keresidenan Borneo Barat) dan Asistent Resident het Hoofd de Affleeling van Pontianak (Asisten Residen Kepala Daerah Kabupaten Pontianak).

Area tersebut kemudian menjadi Controleur het Hoofd Onderafdeeling van Pontianak atau Hoofd Plaatselijk Bestuur van Pontianak.

Lalu Asistent Resident het Hoofd de Afdeeling van Pontianak semacam Bupati Pontianak mendirikan Plaatselijk Fonds yang mengelola eigendom atau kekayaan pemerintah serta mengurus dana pajak.

Pada masa penjajahan Jepang, Plaatselijk Fonds berganti nama menjadi Shintjo. Singkat cerita, sesuai Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999,

Pemerintah Tingkat II Pontianak diubah sebutannya menjadi Pemerintah Kota Pontianak. Kini Kota Pontianak terus menjadi kota yang berkembang dan layak menjadi kota tujuan wiasa.

 

By Pakdhul

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *